Sutris dan keluarganya saat ditemui Tribunjabar.co.id di Jalan Sumbawa Bandung, Jumat (16/6/2017)
Apa yang Anda rasakan jika mendengar dan melihat keluarga pemulung selama tujuh tahun hidup di gerobak?
Sedih dan berucap syukur karena kehidupan yang Anda rasakan jauh lebih baik. Mungkin itu yang akan Anda katakan.
Hidup bergangtung dengan gerobak untuk mencari nafkah dan tempat beristirahat, adalah keseharian yang dirasakan seorang lelaki asal Seragen, Jawa Tengah.
Usianya masih terbilang muda, namun kehidupannya memprihatinkan.
Sekolah hanya lulusan SD, berniat pergi ke Bandung untuk mencari pekerjaan yang layak, namun hasilnya jauh dari yang diharapkan.
Sejak usia muda dan masih lajang, lelaki bernama Sutris (33) berbeda dengan anak anak muda lainnya.
Waktu muda dia harus bersusah payah untuk mencari sesuap nasi di Kota Bandung dengan bekal pendidikan hanya Sekolah Dasar.
Pertama datang ke Bandung, dia pernah bekerja menjadi seorang kuli bangunan dengan upah Rp 30 ribu.
Penghasilan itu tidak cukup untuk menjalankan hidup di Kota Bandung.
Selama setahun Sutris bekerja kuli bangunan dan sekarang memilih bekerja sebagai pemulung karena penghasilannya lebih besar dari kuli bangunan.
"Kerja kuli bangunan itu gajinya kecil tidak sebanding dengan kerjaannya mendingan jadi pemulung walaupun malu," ujar Sutris (33) saat ditemui Tribunjabar.co.id di Jalan Sumbawa Bandung, Jumat (16/6/2017).
Sampai sekarang dia memilih pekerjaan sebagai pemulung dan bisa menikahi seorang perempuan bernama Santi (30).
Sutris pernah ada niat untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, namun tidak memiliki keahlian dan untuk membuka usaha tidak punya modal.
Sejak Awal menikah hingga sekarang ia dikaruniai 3 orang anak. Dan untuk menghidupi mereka, Sutris bekerja menjadi pemulung. Gerobak tak pernah jauh darinya. Selain untuk memulung juga untuk tempat tinggalnya.
Selama 7 tahun keluarga itu tinggal di gerobaknya dan untuk mandi mereka mencari air di Masjid.
Jika lelah di tengah aktivitas memulung, mereka istrirahat di Jalan Sumbawa Bandung dan tidur di gerobaknya. Gerobak itu kecil, hanya berukuran sekitar 2 meter dan lebar sekitar 100 sentimeter.
Gerobak itu hanya dilapisi terpal bekas supaya saat hujan bisa berteduh di gerobaknya.
Untuk membuat gerobak itu, dia harus mengeluarkan modal sebesar Rp 250 ribu untuk membeli ban dan pelk, untuk bahan yang lain seperti kayu dan terpal dia dapatkan dari hasil mulung.
Didalam gerobak itu tersedia kasur kecil, 2 buah batal, selimut, baju dan sisa sisa makanan.
Ketika hujan keluarga itu berteduh di dalam gerobaknya dengan 3 orang anak dan 1 orang istirnya.
"Kalau hujan kita semua masuk dalam gerobak ini berdempetan supaya cukup" ujar Sutris saat ditemui Tribunjabar.co.id, Jumat (16/6/2017) di Jalan Sumbawa Bandung.
Setiap hari keluarga itu berkeliling membawa gerobaknya untuk mencari rongsokan di jalan dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB.
Saat pukul 24.00 WIB mereka tidur di kamar berukuran 2 X 4 yang dikasih bosnya di Jalan Gudang Selatan Bandung.
Selama seharian mulung, penghasilannya hanya 40 ribu - 50 ribu dan itu tidak cukup untuk memberi makan istri dan 3 orang anaknya.
Terkadang ketika di Jalan ada yang memberi makanan seperti nasi, roti dan makanan ringan.
Ketiga anaknya itu masih kecil kecil, anak yang pertama berusia 7 tahun yang kedua 5 tahun dan yang paling kecil berusia baru 1 tahun.
Setiap hari ketiga anaknya itu dibawa mulung, untuk mengurangi rasa cape, anak yang paling kecil dimasukan di dalam gerobaknya.
"Jika saya capek anak yang paling kecil saya masukan ke dalam gerobak," ujar istri Sutris, Santi (30) saat ditemui Tribunjabar.co.id di Jalan Sumbawa Bandung, Jumat (16/6/2017).
Pada bulan Juli nanti anak yang paling besar seharusnya masuk SD, namun mereka tidak punya biaya.
"Kami bingung untuk menyekolahkan dia, karena untuk masuk SD di Bandung itu butuh uang 1.5 juta dan kami tidak punya kartu SKTM," Ujar Santi (30) saat ditemui Tribunjabar.co.id di Jalan Sumbawa Bandung, Jumat (16/6/2017).
Mungkin kalau dilihat dari penghasilannya mereka tidak akan mampu menyekolahkan anaknya.
Ketika lebaran nanti keluarga itu tidak akan bisa berkumpul dengan sanak saudaranya. Niatnya keluarga itu ingin mudik ke Seragen Jawa Tengah namun tidak punya ongkos.
"Paling saat lebaran nanti kami akan diam di Gasibu untuk memulung kardus dan setiap lebaran pun kami diam di Gasibu karena saat lebaran di daerah Gasibu suka banyak kardus" Ujar Sutris saat ditemui Tribunjabar.co.id di Jalan Sumbawa Bandung, Jumat (16/6/2017).
Sumber : jabar.tribunnews.com